Thursday, February 22, 2007

PROSPEK PENJUALAN ANTHURIUM

PROSPEK PENJUALAN ANTHURIUM

Senin, 02 Oktober 2006 18:24:02
Rumah tanam di pekarangan belakang sebuah rumah di Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah, itu terlihat sederhana. Selembar plastik dibentangkan di atas rangka bambu setinggi 3 m, melindungi ruang terbuka seluas 10 m x 6 m dari deras hujan. Di bawah plastik, selapis jaring penaung dengan kerapatan 75% meneruskan 25% sinar matahari. Di sanalah Rendy Cahyanto menumbuhkan kecambah-kecambah anthurium umur 14 hari dalam 8 boks styrofoam berukuran 30 cm x 40 cm. Satu boks berisi 150-200 kecambah. Setelah 2 minggu dipelihara-atau 1 bulan setelah semai-kecambah berdaun sehelai siap jual. Dengan harga Rp35.000- Rp45.000 per kecambah berarti diperoleh pendapatan total minimal Rp42-juta.

Alumnus Teknik Elektro, Universitas Petra Surabaya, itu bakal menangguk rupiah lebih banyak jika bibit anthurium dibesarkan lebih lama. Dua bulan setelah semai, jumlah daun menjadi 2 helai. Harganya Rp60.000-Rp70.000. Dengan asumsi tingkat kegagalan 10%, masih diperolah pendapatan Rp64,8-juta. Selain di greenhouse, Rendy menyemai biji di ruang tengah rumah. Di sana biji dikecambahkan sampai berumur 14 hari. Setelah 2 pekan tanpa sinar matahari, kecambah dipindah ke nurseri.

Waktu Trubus berkunjung pada akhir Juli 2006, ada 8 boks berisi masing-masing 150-200 biji. Itulah calon pendulang rupiah 2 minggu mendatang.Biji-biji itu didapat dari Anthurium jenmanii raksasa berdaun lebih dari 25 helai sepanjang 1 m dan lebar 40 cm. Rendy memetik 50-200 biji per hari. Anggota famili Araceae itu dibeli Rp95- juta pada 18 Agustus 2006. Pemilik toko emas yang baru 3 bulan terjun ke anthurium itu berani memboyong karena A. jenmanii memiliki 2 tongkol buah-spadiks-siap matang. Diprediksi total biji mencapai 3.500 butir. Harga biji Rp10.000-ini harga berlaku di pasaran ketika induk dibeli-omzet Rp35-juta didapat. Padahal pada akhir Agustus 2006 harga sudah melonjak jadi Rp30.000. Artinya rupiah yang mengalir ke kantong berlipat menjadi Rp105-juta.

Prediksinya tidak meleset. Sampai akhir Agustus saat Trubus meliput, Rendy sudah menjual 1.500 kecambah berdaun 1 lembar umur 1 bulan dengan harga rata-rata Rp35.0000-Rp45.000. Sisanya dibesarkan sampai berdaun 2 helai-menambah waktu perawatan 1 bulan. Saat itu harga menjadi 60.000-Rp70.000 per kecambah. Dengan sisa 2.000 kecambah berarti rupiah yang potensial ditangguk Rp120-juta.

Heboh anthurium Masih di sekitar Karangpandan, Usep Setiawan yang sehari-hari bekerja sebagai Petugas Penyuluh Lapang di Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar juga getol mengecambahkan biji anthurium. Setiap minggu alumnus Universitas Katolik Slamet Riyadi Solo itu menyemai minimal 100 biji di lahan 11 m x 15 m yang juga dipakai untuk menyimpan tanaman induk. Biji disemai selama 4 bulan hingga berdaun 3-4 helai. Saat itu harga bibit Rp60.000 per polibag. Itu berarti setelah 4 bulan, Usep menangguk pendapatan Rp6-juta per minggu. Pendapatan lebih besar jika kelahiran Bandung 40 tahun silam itu menjual bibit berumur 8 bulan setelah semai. Harga melonjak jadi Rp400.000 per bibit.

Cerita setali tiga uang, Trubus temukan di Tawangmangu-masih di Karanganyar. Sejak 5 bulan silam, Matos Sutirto menyemai biji A. jenmanii. Biji dipetik dari 2 spadiks tanaman induk milik sendiri. Jika setiap spadiks berisi 1.000 biji, berarti Sarni-panggilan Matos- menyemai 2.000 biji. Dari sejumlah itu, 500 bibit berdaun 2 helai-umur 2 bulan setelah semai-terjual pada pembeli asal Sleman, Yogyakarta. Pada Juli 2006 harganya Rp15.000-Rp16.000 per bibit, sehingga kelahiran 14 April 1977 itu mengantongi Rp7,5-juta.

Ngetren Hasil pelacakan Trubus ke beberapa daerah di Jawa Tengah, anggota famili Araceae itu memang tengah naik daun. Desa-desa di Kabupaten Karanganyar jadi sentra utama. Di sana, anthurium ditanam di hampir setiap halaman rumah. Greenhouse-greenhouse lebih sederhana ketimbang milik Rendy, bermunculan di sana- sini. Sentra lain tersebar di Kecamatan Karangpandan, Matesih, Ngargoyoso, Jenawi, Tawangmangu, dan Kerjo. Di sini semua orang sibuk mencari barang dan sibuk menanam, ujar salah seorang pemain. Yang dicari terutama biji atau anakan berdaun 1-2 helai karena masih murah.

Kesibukan di kebun Didik Setiawan di Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar, bisa menggambarkan kondisi itu. Waktu Trubus berkunjung pada akhir Agustus 2006, belasan orang terlihat memenuhi kebun seluas 1.000 m2. Sebagian sibuk mengepak dan mengangkut anthurium ke atas kendaraan. Yang lain masih asyik memilih-milih tanaman dari rak-rak berisi A. jenmanii remaja hingga dewasa. Suasananya persis di pasar swalayan.

Para pembeli tak sungkan datang ke kebun di kaki Gunung Lawu berketinggian 600 m dpl itu. Didik dikenal sebagai salah satu pekebun besar. Setiap bulan ia menyetok minimal 150 tanaman berbagai ukuran. Dengan harga Rp600.000-Rp15.000.000, pemilik kebun krisan dan gerbera itu meraup omzet ratusan juta rupiah. (baca: Jutawan Anthurium dari Lereng Lawu, halaman 24)Pantas banyak yang ingin mengekor jejak sang pionir. Tak melulu para pemain tanaman hias, mereka yang tanpa latar belakang pertanian pun ingin mencicipi rezeki si bunga ekor.

AB Suroto, pemilik bengkel kendaraan bermotor di Klatak, Karangapandan, Karanganyar, menukar Toyota Corona Twin Camp dengan induk A. jenmanii bertongkol 5. Dari 2 tongkol matang didapat 2.500 biji. Setelah dirawat 3 bulan, anakan sudah memberi pemasukan Rp100-juta. Padahal masih ada 3 spadiks menanti disemai. Sekarang pendapatan dari anthurium lebih besar daripada bengkel, tutur Suroto. Banyak pengojek yang beralih profesi menjadi pedagang anthurium. Tak sedikit pemilik sapi yang menukar hewan ternaknya dengan kerabat aglaonema itu. Mereka tak khawatir memasarkan karena pembeli sudah menunggu. Kalau sekarang ada 10.000 biji jenmanii pasti habis dalam sehari, ujar Djumadi menggambarkan kemudahan pasar. Hampir semua memilih membudidayakan A. jenmanii. Maklum anthurium berdaun lebar itu tengah jadi primadona. Dibanding jenis lain, A. jenmanii paling menarik. Sosoknya terlihat gagah, tutur Ir Sugiono Budhiprawira, kolektor di Bogor. Belakangan jenis-jenis seperti A hookeri, wave of love, dan keris juga populer. Musababnya, harga sang pionir telanjur meroket tajam sehingga tak terjangkau kantong sebagian orang.Sumatera Di Solo, biji-biji anthurium wave of love dari 4 tanaman induk milik Angelina Sriyulianti ludes. Padahal satu induk menghasilkan 4 spadiks. Satu spadiks terdiri dari 2.000 biji. Setelah dirawat sampai keluar 2 daun, bibit dijual Rp1.500. Itu berarti dari setiap tongkol, Yuli-sapaannya-mengantongi Rp3-juta. Bila diperbesar hingga 5 daun, harga naik 2 kali lipat.Nun di kawasan Kedoya, Jakarta Barat, 200 anthurium keris setinggi 1,5-2 m milik Nasir diborong pembeli dari Solo dan Yogyakarta. Kejadian serupa dialami Ojih di Jakarta dan Eddy Pranoto di Ambarawa, Semarang.Tak melulu bibit, tanaman induk juga larismanis. Maklum, berhasil menguasai indukan berarti mendapatkan sumber pundi-pundi.

Seorang pembeli yang datang ke kebun Didik Setiawan berani menukar 10 pot A. jenmanii dengan CR-V senilai 180-juta. Belakangan perburuan merambah hingga ke Sumatera. Waktu Trubus hubungi, Hadi Sumarna, pemain di Sawangan, Depok, tengah mencari tanaman induk ke Medan, Pancurbatu, Tanjungmorawa, dan Binjai. Di sana ia mengincar anthurium koleksi para hobiis. Hadi mengharap mendapatkan jenis langka dengan harga lebih terjangkau.

Wabah anthurium pun terlihat di pameran-pameran. Pada ekshibisi di Mal Sriratu, Semarang, pada akhir Mei 2006, 160 pot wave of love mini terjual di stan nurseri Pandawa milik Hadi Kuncoro. Dengan harga Rp100.000 per pot, pendapatan Hadi Rp16-juta. Hal serupa terjadi dalam pameran flora dan fauna di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, separuh stan peserta menjajakan asal Amerika Selatan itu. Sugiono memprediksi, dalam 8 bulan ke depan bibit-bibit yang kini tengah dirawat para pekebun bakal menjadi tanaman remaja untuk konsumsi hobiis. Apakah pasar Jakarta siap menampung? tanya pemilik nurseri Sugi itu. Harga meroket Lantaran banyak diburu, harga laceleave itu meroket tajam. Harga pun berubah sangat cepat. Sugiono Budhiprawira masih ingat. Saat melepas 14 pot A. jenmanii terdiri dari 16 daun setinggi 1 m pada Februari 2006 hanya Rp750.000 per pot. Seminggu berselang harga melonjak jadi Rp1,5-juta. (baca boks: Pergerakan Saham Anthos Oura, halaman 14)Dalam ingatan Sugiono, tak pernah anthurium begitu mahal dan dicari-cari seperti sekarang.

Kerabat keladi itu memang pernah beken pada 1980-an. Tapi itu jenis tertentu dan pemainnya terbatas di kalangan kolektor, lanjut pria berpenampilan rapi itu. Ayah 2 anak itu menyebut nama Jack Hamzah, Tati Suroyo, Sansan Wijaya, Ansori, dan Anggoro sebagai bagian dari sedikit kolektora. Pada paruh 1980-an itu anthurium wave of love yang digandrungi. Sayang, pamornya kemudian meredup. Barulah pada awal 1990-an anthurium naik daun lagi. Kali itu jenis jenmanii, corong, petruk, dan bintang kejora yang jadi incaran. Namun, lagi-lagi bintang kerabat alokasia itu meredup. Diduga sosok terlalu besar membuat penggemar dengan rumah tipe standar mesti menahan diri untuk memiliki. Selain itu perbanyakan lewat biji yang jumlahnya ribuan, membuat anthurium mudah jatuh pamor, tegas Ansori, pemiliki nurseri Zikita di Jakarta. Apalagi kemudian pada akhir 1990-an muncul tanaman hias lain seperti aglaonema, adenium, dan euphorbia yang memikat para hobiis. Perburuan anthurium di berbagai daerah pun baru kali ini terjadi. Dulu dalam sebulan belum tentu ada yang keluar dari nurseri, tutur Sugiono. Iwan Hendrayanta, ketua Perhimpunan Florikultura Indonesia menyebut anthurium tanaman hias musiman yang biasanya muncul ketika ada ajang pameran.Bosan aglaonema? Pantas banyak yang bertanya-tanya, mengapa pamor anthurium meroket. Dalam obrolan-obrolan ringan pada Februari 2006 seorang pemain tanaman hias kawakan di Semarang pernah memprediksi si bunga ekor akan naik daun. Orang mulai bosan dengan aglaonema, katanya. Musababnya, harga sri rejeki gila-gilaan. Sebut saja tiara yang dibandrol Rp2,5-juta per daun atau hot lady Rp4-juta per daun.Harga itu membuat terbelalak hobiis berkantong cekak- pun pemain pemula. Mereka lantas memilih tanaman hias lain. Pilihan jatuh pada anthurium. Pada 6 bulan silam, dengan memegang Rp800.000 mereka bisa mendapat A. jenmanii 16-17 daun setinggi 1 m. Bila membeli aglaonema paling hanya pas untuk membeli sepot legacy terdiri dari 6 daun setinggi 10-15 cm.Apalagi sosok anthurium memang indah. Keelokan si bunga ekor tetap bisa dinikmati meski tanpa bunga. Masing-masing punya ciri khas sendiri. Daunnya aneh-aneh, kata Ir Horas Pardomuan Batubara, kolektor anthurium di Jakarta. Lihat saja sosok A reflexinervium yang daunnya unik berkerut merut. Atau gelombang daun A wave of love membuat siapa pun jatuh cinta.Lagipula kondisi iklim di daerah sentra cocok untuk penanaman kerabat aglaonema itu. Berjo dan Ngargoyoso di kaki Gunung Lawu berketinggian 600 m dpl. Suhu udara pada siang hari berkisar 20oC. Sementara anthurium membutuhkan udara dingin agar tumbuh optimal. Saya pernah coba tanam adenium tapi kurang cocok, ujar Sarni. Apalagi bupati Karanganyar mendukung kabupaten itu jadi kota anthurium.Diduga masuknya investor berduit juga turut melambungkan pamor anthuium. Sebut saja Yoe Kok Siong yang pada 2004 memborong ribuan induk A. jenmanii dari Jakarta. Dari jumlah itu, 75 tanaman dijadikan induk. Sisanya dibesarkan selama 3 bulan, lalu dijual pada pekebun lain. Syahrial Usman di Riau, Santy Pieters, dan Akiong-keduanya di Jakarta, tak ketingglan memboyong jenis-jenis eksklusif.Maling Toh, batu sandungan pun mengancam. Serangan penyakit bercak kuning salah satu yang membuat jeri pekebun. Maklum sekali terserang, tanaman rusak keindahannya. Peluang tanaman selamat hanya 20-40%. (baca: Pasukan Waffen di Tubuh Anthurium halaman 26). Namun, yang kini menjadi momok utama ialah pencurian. Nun di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Hanna Wati, mesti merelakan 10 A. jenmanii berdaun 8-15 helai setinggi 1 meter digondol maling pada Juli 2006. Total kerugian Rp50-juta. Di Sawangan, Depok, Jawa Barat, setruk anthurium yang siap bongkar muat, raib tanpa bekas saat diparkir di kebun (baca: Sirna Laba di Depan Mata halaman 32).Bila dijadikan barang investasi, peminat mesti benar-benar berhitung. Kurniawan Junaedhi, pemilik nurseri Toekang Keboen, mencontohkan, bila bermain di aglaonema investor bisa menghitung dengan cermat penambahan rupiah yang didapat. Aglaonema rata-rata menghasilkan 1 daun per bulan, tutur suami Maria Nurani itu. Bandingkan dengan A. jenmanii yang mesti menunggu 2-6 bulan untuk menghasilkan daun baru. Harga anthurium pun sangat ditentukan oleh negosiasi pembeli dan penjual dalam menilai keindahan tanaman. Napas panjang tren pun masih menjadi tanda tanya. Sugiono memprediksi, dalam 8 bulan ke depan bibit-bibit yang kini tengah dirawat para pekebun bakal menjadi tanaman remaja untuk konsumsi hobiis. Apakah pasar Jakarta siap menampung? tanya pemilik nurseri Sugi itu. Maklum di jagad dunia tanaman hias, Jakarta tetap pasar terbesar. Sugi menghitung, dari total pemain anthurium persentase hobiis baru 5%. Pemain asal Semarang yang memprediksi tren anthurium pun mewanti-wanti. Apa yang naiknya cepat, turunnya cepat juga, tegasnya. Harga gila-gilaan seperti sekarang pun tak bakal cocok dengan kantong kebanyakan konsumen riil-para hobiis.Dari bisik-bisik yang beredar di kalangan para pemain, konon ada permintaan dari luar negeri. Menurut kabar pembeli datang dari Brunei Darussalam dan Korea. Toh, kabar itu belum jelas kebenarannya. Untuk memperpanjang napas tren, usaha Kurniawan dan Hadi Sumarna mungkin bisa ditiru. Mantan wartawan senior salah satu surat kabar terkemuka itu menawarkan jenis-jenis murah yang terjangkau kantong hobiis pemula. A. hookerii yang diboyong Kurniawan dari Thailand dibandrol Rp200.000 terdiri dari 6-7 daun setinggi 20-30 cm. Jadi, supaya tak tersandung di bisnis anthurium, lebih baik meneropong pasar dulu sebelum ikut nyemplung.


(Evy Syariefa/Peliput: Argohartono Arie Raharjo, Destika
Cahyana, Hermansyah, Imam Wiguna, Lani Marliani, Lastioro Anmi Tambunan, Rosy Nur Apriyanti, dan Syah Angkasa)
(Majalah Trubus edisi Oktober 206)

BUDIDAYA

BUDIDAYA TANAMAN
ANTHURIUM
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KARANGPLOSO
INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN WONOCOLO
1997

> PENDAHULUAN
Anthurium adalah tanaman hias tropis, memiliki daya tarik tinggi sebagai penghias ruangan, karena bentuk daun dan bunganya yang indah, Anthurium yang berdaun indah adalah asli Indonesia, sedangkan yang untuk bunga potong berasal dari Eropa. Di Indonesia tidak kurang terdapat 7 jenis anthurium, yaitu Anthurium cyrstalinum (kuping gajah), Anthurium pedatoradiatum (wali songo), Anthurium andreanum, Anthurium rafidooa, Anthurium hibridum (lidah gajah), Anthurium makrolobum dan Anthurium scherzerianum.

> PERBANYAKAN
Anthurium dapat diperbanyak dengan 2 cara, yaitu generatif (biji) dan vegetatif (stek).

1. Perbanyakan dengan cara generatif (biji)
Tanaman anthurium memiliki 2 macam bunga (Gambar 1) yaitu bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan ditandai oleh adanya benang sari, sedangkan bunga betina ditandai oleh adanya lendir. Biji diperoleh dengan menyilangkan bunga jantan dan bunga betina.

Dengan menggunakan jentik, bunga sari diambil dan dioleskan sampai rata di bagian lendir pada bunga betina. Sekitar 2 bulan kemudian, bunga yang dihasilkan sudah masak, di dalamnya terdapat banyak biji anthurium. Biji-biji tersebut di kupas, dicuci sampai bersih dan diangin-anginkan, kemudian ditabur pada medium tanah halus. Persemaian ditempatkan pada kondisi lembab dan selalu disiram.

2. Perbanyakan dengan cara vegetatif (stek)
Ada 2 cara perbanyakan secara vegetatif, yaitu stek batang dan stek mata tunas. Cara perbanyakan dengan stek batang adalah memotong bagian atas tanaman (batang) dengan menyertakan 1 - 3 akar, bagian atas tanaman 'yang telah dipotong kemudian ditanam, pada medium tumbuh yang telah disiapkan (Gambar 2). Sebaliknya perbanyakan dengan mata tunas adalah mengambil satu mata pada cabang, kemudian menanam mata tunas pada medium tumbuh yang telah disiapkan (Gambar 3). Cara tabur biji dan stek disajikan pada Gambar 4.

> PENYIAPAN MEDIUM TUMBUH
Berdasarkan kegunaannya, medium tumbuh dibagi menjadi 2 macam, yaitu medium tumbuh untuk persemaian dan untuk tanaman dewasa. Medium tumbuh terdiri dari campuran humus, pupuk kandang dan pasir kali. Humus atau tanah hutan dan pupuk kandang yang sudah jadi di ayak dengan ukuran ayakan 1 cm, sedangkan pasir kali di ayak dengan ukuran ayakan 3 mm. Humus, pupuk kandang dan pasir kali yang telah di ayak, dicampur dengan perbandingan 5 : 5 : 2. Untuk persemaian, medium tumbuh perlu disterilkan dengan cara mengukus selama satu jam.

> PENYIAPAN POT
Untuk menanam bunga anthurium, dapat digunakan pot tanah, pot plastik atau pot straso. Pot yang paling baik adalah pot tanah karena memiliki banyak pori-pori yang dapat meresap udara dari luar pot. Apabila digunakan pot yang masih baru, pot perlu direndam dalam air selama 10 menit. Bagian bawah pot diberi pecahan genting/pot yang melengkung, kemudian di atasnya diberi pecahan batu merah setebal 1/4 tinggi pot. Medium tumbuh berupa campuran humus, pupuk kandang dan pasir kali dimasukkan dalam pot (Gambar 5).

> PEMELIHARAAN
Setelah tanam, tanaman dipelihara dengan menyiram 1 - 2 kali sehari. Daun yang sudah tua atau rusak karena hama dan penyakit, dipotong agar tanaman tampak bersih dan menarik. Sebaiknya tanaman ini dipelihara di tempat teduh karena tanaman tidak tahan sinar matahari langsung.


Oleh : - Sariati, asisten Teknisi Litkayasa BPTP Karangploso
Diproduksi : IPPTP Wonocolo
Sumber Dana : APBD Tk. I Jatim Tahun Anggaran 1997/1998

TEKNIK PENYERBUKAN SILANG DAN PEMBIBITAN ANTHURIUM

TEKNIK PENYERBUKAN SILANG DAN PEMBIBITAN ANTHURIUM

Nama anthurium berasal dari bahasa Yunani, artinya bunga ekor. Di Indonesia, tanaman ini dikenal sebagai anthurium. Sumber genetiknya berasal dari benua Amerika yang beriklim tropis. Namun pengembangannya relatif berhasil di negara yang beriklim subtropis seperti Hawaii, dan di negara yang beriklim temperate seperti Belanda. Anthurium merupakan tanaman yang tumbuh sendiri pada media tumbuhnya (terrestrial), tetapi ada pula yang hidup menempel pada tanaman lain atau epifit (Riffle 1998). Di Indonesia anthurium dapat beradaptasi dengan baik, mulai dataran rendah sampai tinggi. Pada ketinggian 1.400 m dpl, tanaman ini membutuhkan intensitas cahaya matahari antara 30-60%. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, maka tanaman akan menguning dan warna daunnya memudar. Sebaliknya bila intensitas cahaya terlalu rendah, maka per- tumbuhan tanaman menjadi lambat, produktivitas bunga menurun, dan batang menjadi lunak.
Budi daya anthurium berkembang pesat di Indonesia, terutama di sentra produksi tanaman hias Jawa Barat (Lembang Bandung, Sukabumi, Cianjur, dan Bogor), Jawa Tengah (Ungaran, Bandungan, dan Semarang), Jawa Timur (Batu Malang, Tlekung, dan Pasuruan), serta Sumatera Utara khususnya daerah Brastagi (Rukmana 1997). Pembudidayaannya menggunakan paranet sebagai naungan, dan yang paling baik adalah yang memiliki 70% daya serap sinar matahari. Suhu yang diperlukan tanaman ini berkisar antara l8-200C pada malam hari, dan 27 -30°C pada siang hari, dengan kelembapan 50-90% (Rosario 1991).
Perbanyakan anthurium dapat dilakukan dengan cara generatif (biji) maupun vegetatif (pemecahan anakan atau setek). Penyerbukan sendiri (selfpollnation) jarang terjadi sehingga harus dilakukan penyerbukan silang (cross pollination) secara buatan. Teknik ini merupakan cara per- banyakan generatif yang paling tepat, terutama dalam kegiatan pemuliaan untuk menghasilkan biji Fl hibrida, yang selanjutnya merupakan langkah untuk melahirkan jenis baru yang lebih bervariasi.
Persilangan buatan akan berhasil bila diperhatikan faktor-faktor berikut ini: (1) induk silangan yang akan digunakan, (2) metode, dan (3) waktu penyilangan. Dengan melakukan seleksi tetua yang unggul sebagai induk silangan akan diperoleh bibit yang baik dengan keunggulan yang diturunkan dari induknya.
Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan hasil silangan anthurium dengan variasi yang lebih baik. Diharapkan hasil silangan tersebut dapat menambah keanekaragaman hayati serta nilai ekonomis tanaman tersebut. BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah beberapa tanaman anthurium yang jenisnya berbeda. Sebagai tetua betina adalah jenis Sunset, Champion, Midori, Lady Jane Orange, Aromatic, Lady Jane Ungu, dan Obake Putih, dan untuk tetua jantan adalah Laura, Sunset, Pink Exotic, Hawaiian Butterfly, Lady Jane Merah, Midori dan Merah Ati. Media yang digunakan untuk perkecambahan biji adalah arang sekam, dan untuk komuniti pot atau kompot yaitu arang sekam ditambah kompos bambu halus dengan perbandingan 1 : 1. Alat yang digunakan adalah kuas kecil, cawan petri, pot dan juga kompot atau bak plastik ukuran 45 cm x 35 cm, kertas label, dan kantong plastik.
Penyerbukan silang anthurium secara buatan dilaksanakan di rumah kaca Segunung, Balai Penelitian Tanaman Hias, mulai Juli 2003 hingga Juni 2004. Lokasi berada pada ketinggian 1.100 m dpl dengan suhu 24-26°C pada siang hari dan l8-20°C pada malam hari serta kelembapan nisbi (Rh) 70- 90%. Metode persilangan yang dilakukan adalah persilangan antarspesies dari Anthurium andreanum. Sebelum penyilangan, dilakukan pemilihan atau seleksi tetua silangan, baik tetua jantan maupun tetua betina. Dari setiap pasang persilangan dipilih masing-masing satu tangkai bunga yang terbaik. Untuk anthurium pot, tetua yang digunakan adalah tanaman yang berukuran kecil dengan daun atau bunga yang indah. Untuk menghasilkan anthurium bunga potong, dipilih tetua yang mempunyai bunga indah, sering berbunga, tangkai bunga yang panjang dan kokoh, serta warna bunga yang bervariasi. Selanjutnya, dipilih bunga betina yang sudah siap diserbuki, yaitu antara 2-3 minggu setelah bunga mekar (Rosario 1991). Tanda bunga yang sudah siap diserbuki adalah pada spadiks bunga terjadi sekresi madu (berlendir) dan bila dipegang akan terasa licin atau lengket. Secara visual hal ini dapat dilihat dengan adanya serangga penyerbuk atau semut pada spadiks tersebut. Untuk bunga jantan dipilih bunga yang telah mengeluarkan pollen atau serbuk sari dari spadiks, berwama kuning, dan berbentuk tepung (Gambar 1). Dengan bantuan kuas atau langsung dengan tangan, pollen ditampung ke dalam cawan petri dan selanjutnya dioleskan pada stigma atau spadiks bunga betina yang telah siap diserbuki. Alur kerja penyilangan anthurium disajikan pada Gambar 2.
Penyerbukan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-10.00 saat udara masih segar, dan atau sore hari pukul 15.00-l7.00 saat udara kembali dingin. Tanaman yang sudah diserbuki diberi label yang memuat keterangan tentang tetua betina dan tetua jantan, waktu penyilangan (tanggal, bulan dan tahun), dan nama penyilang. Selanjutnya, bunga betina di kerudungi atau ditutup menggunakan kantong plastik dan dibiarkan tertutup selama 2 minggu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Penyerbukan
Jumlah biji yang dihasilkan bervariasi antara 15-393 biji. Dari sembilan pasang persilangan diperoleh 1.308 biji hasil persilangan. Keberhasilan tertinggi diperoleh pada pasangan persilangan Obake putih x Pink Exotic, diikuti oleh Midori x Pink Exotic, Champion x Laura, dan Lady Jane x Merah Ati masing-masing lebih dari 130 biji. Keberhasilan yang tinggi menunjukkan bahwa pasangan tetua tersebut mempunyai kompatibilitas yang tinggi. Lima pasangan tetua lainnya hanya menghasilkan 15-58 biji (Tabel l).
Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan, peluang keberhasilan penyerbukan anthurium cukup tinggi terutama penyerbukan pada pagi hari yang mencapai 90%. Keberhasilan penyerbukan pada sore hari hanya mencapai 70%. Hal ini terkait erat dengan suhu di rumah kaca yang masih panas. Namun, perbedaan persentase keberhasilan tersebut tidak terlalu jauh, sebesar 20%. Penyerbukan yang berhasil dapat dilihat dari spadiks yang dipenuhi oleh tonjolan-tonjolan kecil bulat berjejal, yang nantinya akan membentuk buah yang disebut buah beries. Penyerbukan yang tidak berhasil ditandai dengan bunga yang akan mengering setelah 2 minggu.
Dari 20 kali penyerbukan pada waktu yang berbeda, yaitu 10 kali pada pagi hari dan 10 kali pada sore hari, dihasilkan 1.308 buah beries (Tabel 2). Keberhasilan penyerbukan tersebut tidak lepas dari persyaratan standar yang harus dipenuhi, seperti bahan tanaman silangan, kebersihan alat-alat yang digunakan serta tidak terkontaminasi bahan lain, serta waktu dan proses penyerbukan.
Pembibitan Panen Buah
Buah beries yang dihasilkan dari penyilangan akan masak 6-7 bulan setelah penyerbukan. Buah dapat dipanen setelah lunak, berwarna kuning kecokelatan (Rosario 1991) (Gambar 3).
Pemanenan dilakukan secara manual dengan memetik seluruh buah yang ada pada spadiks. Apabila buah masak tidak serempak, maka panen dilakukan seeara bertahap dengan mengambil buah yang masak. Buah yang belum masak dibiarkan sampai buah siap dipanen (Lestina 2002).
Penyemaian Biji
Buah yang sudah dipanen dilepaskan dari tongkolnya dan dipisahkan dari kulit buahnya dengan cara dipijit. Karena biji anthurium dilapisi daging buah yang menyerupai lendir, maka biji harus direndam terlebih dahulu. Perendaman dilakukan dengan menggunakan air bersih selama 1 hari atau dalam akuades selama 10 menit (Lestina 2002). Setelah itu, biji dieuci pada air mengalir sambil diremas-remas untuk melepaskan lendimya sampai biji bersih dan terasa kesat. Selanjutnya disiapkan media persemaian berupa arang sekam dalam pot berdiameter 15 cm, kemudian dibasahi atau disiram. Untuk mempertahankan kelembapan, pot diberi alas berupa baki plastik yang diisi air.

Biji yang sudah bersih disebar di atas media yang telah disiapkan, kemudian diberi label silangan dan tanggal penyemaian, lalu ditutup dengan kaca transparan. Selang 3 hari, kecambah akan mulai tumbuh, ditandai dengan keluarnya akar dengan bulu-bulu halus berwama putih dan diikuti oleh tumbuhnya kuncup daun pada hari ke- 7.

Pada umur 14 hari, penutup dibuka dan setelah bibit berumur 30-40 hari, bibit tersebut dipindahkan ke kompot yang berupa bak plastik berukuran 45 cm x 35 cm yang bagian bawahnya sudah dilubangi dan diisi media arang sekam + kompos bambu halus dengan perbandingan 1 : 1 (Gambar 4). Bibit ditanam dengan jarak 2 cm x 2 cm. Setelah bibit berumur 3-4 bulan, bibit sudah siap untuk ditanam dalam pot atau di lapang.
Pemeliharaan Bibit
Pemeliharaan bibit perlu dilakukan sebaik mungkin, terutama penyiraman dan pemupukannya. Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari sesuai dengan keadaan cuaca, terutama harus diperhatikan jangan sampai ada air yang menggenang. Apa bila keadaan cuaca mendung, penyiraman dapat dilakukan cukup 2 hari sekali.
Untuk mempercepat pertumbuhan, perlu dilakukan pemupukan. Pemupukan anthurium bergantung pada media yang digunakan, kondisi cahaya, umur tanaman, dan kultivar anthurium (Lestina 2002). Pemupukan dapat menggunakan dua macam pupuk yaitu pupuk daun untuk menyuburkan daun, dan pupuk majemuk untuk memberi nutrisi di daerah perakaran. Takaran yang digunakan untuk pupuk daun adalah 1-1,5 g/1 dengan cara disemprotkan di sekitar daun, dilakukan 1 minggu sekali. Untuk pupuk majemuk NPK, pupuk dilarutkan dalam air dengan takaran 1 g/1 air. Larutan pupuk disiramkan di sekitar akar tanaman dan dilakukan 2 minggu sekali.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penyerbukan buatan yang paling baik pada anthurium adalah pada pagi hari antara pukul 07.00-10.00. Dari 20 kali penyerbukan, 10 kali di antaranya dilakukan pada pagi hari, dihasilkan 1.308 (90%) buah beries. Tingkat keberhasilan penyerbukan terkait erat dengan bahan dan alat-alat yang digunakan, waktu, dan proses penyerbukan. Berdasarkan hasil ini maka hibridisasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari, agar hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan, terutama menyangkut jumlah dan kualitas biji hasil silangan.

(Iskandar Sanusie/Laily Qodriyah)
DAFTAR PUSTAKA
Lestina, M. 2002. Teknik Budidaya Anthurium. Laporan Kegiatan Praktek Umum. Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas.
Riffle, R.L. 1998. The Tropical Look. An Encyclopedia of Landscape Plants for Worldwide Use. Thames and Hudson, Great Britain. London. p.4 8-49.
Rosario, T.L. 1991. Anthuriums. College of Agriculture. University of the Philippines, Los Banos, College, Laguna, Philippines. p.46.
Rukmana, R. 1997. Anthurium. Kanisius, Yogyakarta. 55 hIm.

PERAWATAN ANTHURIUM

PERAWATAN ANTHURIUM

Anthurium merupakan salah satu tanaman hias yang sangat indah. Tanaman ini merupakan tanaman hias penting di Belanda, Hawai, Mauritius dan Jamaika. Filipina, Thailand, Tahiti, Malaysia, India, Brasil, Trinidad, Guadalupe, Martinique, Florida, dan California merupakan produsen penting kedua. Indonesia belum termasuk sebagai negara penghasil anthurium. Namun demikian telah ada petani atau pengusaha yang menanam anthurium dalam jumlah terbatas. Varietas yang ditanam umumnya diimpor dari luar negeri, terutama dari Belanda, baik untuk anthurium sebagai bunga potong maupun sebagai bunga pot. Pada umumnya pengusaha tidak hanya menanam anthurium, tetapi juga mengusahakan tanaman hias lain, seperti yang dilakukan oleh PT Melrimba, PT Megaflora, PT Eka Graha Flora di Jawa Barat, dan PT Selektani di Malang. Anthurium juga banyak ditanam petani kecil di daerah Cihideung, Bandung. Untuk bunga potong, varietas anthurium
yang banyak beredar di pasaran adalah Tropical, Amigo, Vantasia,

Membudidayakan Anthurium secara Tradisional

Casino, dan Kauman, sedangkan sebagai tanaman pot yang banyak diperdagangkan adalah Mickey Mouse, Karibian, Bonito, Apline, dan Lady Jean, masing-masing dengan keunikannya.

Budi Daya Anthurium Lokal di Sumatera Barat

Salah satu daerah penghasil bunga di Sumatera Barat adalah Kota Padangpanjang dan Bukittinggi yang berada pada ketinggian sedang. Padangpanjang bahkan pernah mendapat julukan sebagai Kota Bunga pada tahun 1950-an. Sementara itu Pemerintah Kota Bukittinggi dewasa ini tengah menggalakkan pengembangan tanaman hias dan mengharapkan agar setiap gedung perkantoran dilengkapi dengan tanaman hias hidup. Sejalan dengan itu pemerintah pusat mengalokasikan dana untuk pengembangan tanaman hias, termasuk anthurium (Anthurium andreanum). Pertanaman anthurium di Padangpanjang meliputi areal 9 ha yang terletak pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Salah satu petani anthurium adalah Hj. Azimah yang mengelola tanaman anthurium lokal sekitar 3 ha. Anthurium ditanam di bawah pohon-pohon pelindung seperti durian, rambutan, jengkol, mangga, dan alpukat. Penanaman bersifat tradisional, tanpa ada sentuhan teknologi baru. Bahkan menurut informasi tidak dilakukan pemeliharaan seperti halnya budi daya tanaman komersial, seperti pengolahan tanah, penyiangan, pemupukan atau pengendalian hama/penyakit. Panen dilakukan tiap minggu, selanjutnya bunga dipak dan dikirim ke kota. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ibu Nurbaeti yang mempunyai kebun anthurium seluas 1 ha. Pascapanen juga dilakukan secara sederhana. Setiap minggu bunga yang sudah mekar dipanen, kemudian tangkai bunga dimasukkan ke dalam ember yang berisi air atau wadah tanpa air. Rata-rata Hj. Azimah memanen 2.000-2.500 tangkai, sedangkan Ibu Nurbaeti 1.000- 1.500 tangkai per minggu bergantung pada musim. Panen pada musim hujan lebih banyak dibanding panen musim kemarau. Pengepakan juga dilakukan secara sederhana. Setiap 50 tangkai bunga diikat kemudian dibungkus dengan plastik. Harga bunga per tangkai berkisar antara Rp200-Rp250.

Pertanaman anthurium lokal pada lahan berlereng (kiri) dan pada lahan datar (kanan).

Membudidayakan anthurium lokal cukup mudah. Bahkan tanpa sentuhan teknologi pun, seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit, tanaman mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 1, 2006 Pascapanen anthurium; sebelum dipak (kiri) dan setelah dipak (kanan). Gejala serangan Helopeltis sp. (kiri) dan hawar daun (kanan) pada anthurium.

Gangguan Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit pada tanaman anthurium cukup banyak. Namun pada pertanaman anthurium lokal yang ditanam secara tradisional tampaknya hama dan penyakit belum menjadi kendala, walaupun belum ada upaya pencegahan atau pengendalian. Hama utama pada tanaman anthurium adalah Helopeltis sp. Dan untuk penyakit adalah hawar daun.


Spesies Helopeltis pada tanaman anthurium mungkin sama dengan yang menyerang kakao muda. Gejala serangan berupa bercak nekrotik kecil-kecil, berwarna coklat sampai hitam yang tersebar merata di seluruh permukaan daun. Hama menyerang daun yang masih muda bahkan yang masih menggulung. Daun yang terserang menjadi mengerut atau berlubang-lubang. Hama juga menyerang bunga yang masih muda, ditandai dengan adanya bercak-bercak nekrotik pada spathe maupun spadix (ekor). Akibatnya bunga tidak laku dijual. Serangga mengisap cairan tanaman dengan alat pada mulutnya yang menyerupai belalai. Serangan mungkin dilakukan pada malam hari karena serangga tersebut sulit ditemukan pada siang hari. Penyakit hawar daun pada tanaman anthurium disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv. dieffebachiae (sin. X. xenopodis pv. dieffebachiae). Penyakit ini pernah tercatat sebagai penghancur industri anthurium di Hawaii. Gejala dapat dijumpai di semua bagian tanaman. Pada daun, infeksi terjadi melalui lubang hidatoda di tepi daun dengan warna kuning kebasahan. Bercak yang sudah lanjut berwarna hitam, biasanya dikelilingi oleh jaringan klorotik. Tingkat serangan kedua OPT tersebut pada anthurium lokal masih rendah. Hal ini mungkin dikarenakan kultivar yang digunakan (A.adreanum) toleran terhadap hama dan penyakit atau telah terjadi keseimbangan biologis sehingga populasinya berada di bawah ambang kendali

Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Balai Penelitian Tanaman Hias
Jalan Raya Ciherang Segunung
Pacet-Cianjur 43253
Telepon : (0263) 512607
516684
Faksimile : (0263) 512607
E-mail : segunung@indoway.net
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28, No. 3, 2006

Google Docs & Spreadsheets -- Web word processing and spreadsheets.